Sabtu, 04 Juni 2011

GEREJA SEBAGAI SIMBOL



CATATAN AWAL
            Simbol selalu hadir dalam kehidupan manusia. Manusia menuangkan gagasan, ide dan sikapnya dalam ungkapan-ungkapan simbolis.  Kehadiran simbol/lambang mempunyai peranan penting dalam hidup manusia. Melalui simbol manusia dapat mengemas pesan dan menyampaikannya maksudnya. Simbol banyak dipakai dalam agama-agama.
            Dalam Gereja Katolik simbol itu mendapat kedudukan yang istimewa. Ungkapan-ungkapan iman disampaikan dalam bentuk simbol-simbol. Tindakan atau benda yang dijadikan simbol dalam dalam Gereja Katolik mempunyai arti yang mendalam. Untuk itu orang perlu dengan tepat memahami dan mendalami arti simbol yang sebenarnya.
            Gereja adalah sebuah simbol dalam iman Katolik. Gereja sebagai simbol mempunyai arti yang mendalam dari sekedar bangunan fisik tempat umat berdoa. Dalam iman, orang Katolik menggunakan simbol sebagai tanda kehadiran Allah. Semua simbol dalam Gereja Katolik dikuduskan untuk menjadi suci. Melalui syimbol-simbol itu disampaikanlah misteri Kristus. Jadi tanda kehadiran Allah yang tertinggi adalah Yesus Kristus. Simbol-simbol termasuk Gereja adalah perpanjangan dari Yesus Kristus.[1]

ARTI GEREJA
Etimologis kata ‘gereja’ adalah dari bahasa Yunani, ekklesia, yang artinya mereka yang dipanggil, kyriake, yang artinya yang dimiliki Tuhan. Kata ‘gereja’ yang dipakai dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Portugis ‘igreja’. Jadi kata ‘gereja’ digunakan baik untuk gedung-gedung ibadat maupun untuk umat Kristen. Secara liturgis untuk gereja sebagai gedung kita sebut ruang atau tempat litugis (liturgical space) dan umatnya kita sebut sebagai jemaat kristiani. Pemahaman secara liturgis ini penting agar kita dapat menilik segala sesuatu mengenai ‘gereja’.[2] Maka sebaiknya perlu memperhatikan tiga kriteria ini, yakni:
§  Kriteria praktis, berkaitan dengan unsur-unsur material gedung gereja, bentuknya, letaknya, posisi tempat duduk umat, tempat untuk pemimpin.
§  Kriteria sosio-personal, yakni gereja sebagai tempat mengungkapkan dan mengembangkan roh kumunitas, sambil memperhatikan pribadi setiap anggota.
§  Kriteria personal, yakni Gereja sebagai tempat pertemuan manusia dengan Allah yang mewahyukan diri lewat Yesus di dalam Gereja-Nya.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama sering dipakai kata ‘umat Allah’, sebagai umat terpilih, yakni kedua belas suku Israel; dan sidang rayanya disebut quahal (Ibr) atau ekklesial (Yunani). Dalam Perjanjian Baru ini dikaitkan dengan Yesus Kristus yang memanggil kedua belas rasul. Yesus memilih kedua belas rasul mau menunjukkan bahwa Dialah Mesias yang diutus Allah untuk mendirikan Kerajaan-Nya secara definitif.[3] Yesus tidak hanya memanggil murid-murid dan orang-orang saleh lainnya tetapi juga orang-orang berdosa, terbuang dan tersingkir. Allah membentuk dan memilih umat-Nya dengan perantaraan Kristus seperti halnya Dia memilih Israel dengan perantaraan nabi-nabi Perjanjian Lama. Kerajaan Allah datang melalui diri Yesus Kristus. Kerajaan Allah ini bersifat universal karena Allah satu-satunya Bapa semua orang.

Gereja dapat dipandang dari berbagai segi.[4]
1.   Secarahistoris: lanjutan dari kelompok yang dibentuk oleh Yesus (antara tahun 27-30 ses. M), yaitu para murid. Selanjutnya gereja terpecah dan menyebar ke berbagai daerah di mana hubungan satu dengan yang lainnya menjadi sulit.
2.   Secara sosiologis yakni sebagai persekutuan orang Kristen yang terorganisasi , berkembang dan berperan dalam masyarakat.
3.   Dari sudut pengertian-dirinya, yakni sebagaimana yang dipaparkan oleh ajaran Gereja. Ajaran ini dalam bentuk historis prateologis, yakni mengadakan refleksi teologis 1) atas didirikannya Gereja oleh Yesus Kristus yang bangkit, 2) atas tugasnya mengajar dengan wewenang khusus, dan 3) secara teologis merefleksikan hakekatnya sendiri.
4.   Dari sudut teologis
Pada zaman patristik mengedepankan ciri Gereja yang apostolik, pentingnya uskup dan dewan-dewan uskup, Gereja yang universal, Gereja yang bebas dari negara, peranan khusus uskup Roma.
Dalam konstitusi tentang Gereja, Gereja dipandang sebagai wahyu Ilahi yang terselesaikan dalam Yesus Kristus. Oleh karena itu Gereja sebenarnya merupakan sakramental yang terdiri dari tanda (bentuk yang nyata secara sosiologis) dan kenyataan Ilahi yang tidak tampak (Tubuh Kristus sendiri sendiri sebagai Gereja).
Gereja adalah persekutuan orang beriman dalam Roh Kudus. Hal ini terlihat sejak setelah peristiwa Paskah di mana Kristus naik ke surga namun Roh-Nya tetap hadir dalam Gereja pada peristiwa Pentakosta.
Konsili Vatikan II mengedepankan tiga tingkatan berlangsungnya Gereja, yakni 1) tingkatan kerohanian iman dan rahmat, 2) tingkatan jabatan-jabatan, penerimaan sakramen dan pewartaan, 3) tingkat penyelesaian di masa akhirat. Selain itu disampaikan juga sifat Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik, seperti diakui dalam syahadat  Nicea-Konstantinopel.

ARTI SIMBOLIS GEREJA
      Gereja sebagai bangunan fisik ternyata mempunyai arti yang mendalam dan sangat teologis. Gereja sebagai simbol memiliki banyak arti yang hendak diungkapkan dari sejarah keselamatan Allah di dunia. Dari pengertian di atas kita telah melihat arti gereja sebagai bangunan (fisik) dan Gereja sebagai himpunan umat beriman. Arti yang kedua sebenarnya sudah mengacu pada makna simbolis arti pertama. Beberapa arti simbolis gereja adalah:
1.      Lambang Gereja peziarah
Dinding atau bentuk gereja secara fisik melambangkan umat Allah yang sedang berziarah di bumi ini sekaligus memantulkan Gereja yang berada di surga. Umat Allah itu adalah mereka yang sedang mengarungi kehidupan dengan bimbingan Sabda Allah, melalui kedamaian dan ketentraman dalam Gereja dan akhirnya berziarah menuju ke keabadian surgawi. Gereja yang sedang berziarah ini juga kadang disimbolkan dengan bahtera nabi Nuh.
2.      Lambang Kota surgawi
Dalam Kitab Wahyu 21 dan 22 digambarkan Yerusalem baru, lambang Gereja sempurna. Gereja merupakan gambaran kota suci surgawi di bumi ini. Gereja yang didirikan oleh Allah telah mendapat pemenuhannya dalam diri Yesus Putera-Nya. Yesus adalah batu penjurunya dan iman para rasul adalah pilar-pilarnya. Nama-nama para rasul dipahat di atas batu-bau dasarnya. Kristus menjadi terang bagi Gereja-Nya. Kota surgawi diidentikan dengan kota Yerusalem oleh karena benteng dan menara Yerusalem pernah menjadi model bagi Gereja-gereja di Eropa (Origenes dan Tertulianus).
3.      Gereja sebagai Tubuh Kristus
Sebagai Tubuh Mistik Kristus, Yesus adalah kepala dan kita adalah anggotanya. Hal ini berdasarkan pada pemahaman bahwa Allah Bapa membangun persekutuan itu dalam Roh Kudus. Roh Kuduslah yang menyatukan umat beriman dan Allah dalam cinta. Roh Kudus menghubungkan orang Kristen dengan Kristus. Persatuan itu secara nyata terlaksana dalam diri Yesus Kristus yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Hal ini juga berarti Gereja mendapat bentuk nyata yang kelihatan.
4.      Gereja sebagai rumah Allah
Gereja sebagai rumah Allah mengacu pada fungsi gereja sebagai tempat perayaan liturgis. Gereja adalah tempat dimana umat beriman memuji dan memuliakan Allah. Sesuai data historis dikatakan bahwa Gereja merupakan gabungan tiga tempat yang masing-masing mempunya fungsi religius, yakni:
o  Sinagoga: tempat berkumpul dan studi Kitab Suci
o  Bait Allah: tempat mempersembahkan kurban
o  Rumah keluarga: tempat perjamuan dan doa.
Ketiga fungsi inilah yang kemudian menjadi fungsi gereja. Maka dapat kita katakan gereja merupakan tempat perwujudan tritugas Kristus, sebagai nabi, imam dan raja.

CATATAN AKHIR
Yesus sendiri tidak pernah meminta kita untuk mendirikan bangunan gereja (fisik). Yesus hanya menghendaki kita berhimpun ‘dalam Roh dan kebenaran’. “Di mana dua atau tiga orang berkumpul atas nama-Ku, di situ Aku hadir” (bdk Mat 18:20). Namun dirasa penting agar umat mempunyai tempat merayakan imannya secara bersama. Gereja adalah persekutuan umat beriman yang merayakan keselamatan untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia menuju Yerulem surgawi.
Gereja sebagai simbol menghadirkan rencana besar Allah di dunia, yakni Kerajaan Allah. Arti gereja sebagai simbol mengarah pada rencana besar ini. Untuk Gereja mestinya tetap tegak bertahan sebagai rumah Allah yang kokoh kuat di tengah dunia yang selalu berkembang sambil memancarkan nilai-nilai kasih bagi semua orang.


[1] Komisi Liturgi KWI. Kursus Dasar Teologi Liturgi. Hlm. 54.
[2] C.H.Suryanugraha. Rupa dan Citra: aneka simbol dalam misa. Sangkris: Bandung. 2004. Hlm. 9.
[3] A. Heuken, Sj. Ensiklopedi Gereja. Cipta Loka Caraka:Jakarta 1991. Hlm.341
[4] Ibid. hlm. 344.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar