Sabtu, 04 Juni 2011

PERANAN PENDIDIKAN MORAL DALAM MENGEMBANGKAN KODRAT MANUSIA MENURUT MENCIUS


Pendahuluan
Kodrat manusia adalah baik.[1] Inilah tesis utama yang diwartakan oleh Mencius dalam banyak tulisannya. Walaupun dari kodratnya manusia baik, manusia tetap berusaha mengembangkannya, terutama melalui usaha pendidikan untuk memperoleh pengetahuan. Pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah pendidikan moral yang banyak membawa manusia pada kebijaksanaan. Peranan pendidikan yang ditekankan di sini tidak seperti konsep pendidikan yang dimaksudkan, misalnya oleh Chun Tzu. Menurut Chun Tzu, kodrat manusia adalah jahat. Maka, tujuan pendidikan adalah menghilangkan kecenderungan jahat dan menambahkan kebaikan melalui latihan dari luar. Sedangkan Mencius sepakat dengan Konfucius bahwa tujuan pendidikan (hanya) memunculkan apa yang baik, yang sudah terkandung dalam kodrat manusia.

Seputar Riwayat Hidup Mencius
1.      Sekitar Kelahirannya
Sedikit informasi saja yang hendak kami terangkan mengenai sekitar kelahiran Mencius. Mencius lahir pada tahun 372 SM di Tsou, Shantung, China Timur Laut. Nama aslinya Ke. Ibunya bernama Zhang, bekerja sebagai seorang tukang tenun. Sejak kecil dia dibesarkan hanya oleh ibunya, sebab ayahnya meninggal dunia lebih dulu. Ia meninggal sekitar tahun 289 SM pada usia  ke-83.

2.      Masa Kecil dan Lingkungannya
Pertumbuhan Mencius menjadi seorang pemikir besar pada zamannya langsung setelah Konfusius tidak terlepas dari usaha keras ibunya. Usaha itu dapat kita lihat melalui legenda yang menceritakan perpindahan ibunya sampai tiga kali agar Mencius, mendapat pendidikan yang benar. Dalam legenda itu diceritakan bahwa ketika ayah Mencius meninggal, ibunya memilih untuk tinggal di dekat kuburan. Selama itu Mencius sering meniru kebiasaan orang-orang yang datang ke pekuburan itu, misalnya orang yang membawa persembahan untuk leluhur atau orang yang meratapi keluarganya yang meninggal. Ibunya melihat hal ini sebagai gejala perkembangan yang kurang baik dari anaknya. Maka ibunya memutuskan untuk berpindah di dekat pasar. Namun situasi di pasar yang hiruk-pikuk antara para pedagang dan pembeli, penjudi tentunya mempengaruhi perkembangan Mencius. Pada akhirnya ibunya memilih untuk pindah di dekat sekolah. Di sana ibunya merasakan bahwa Mencius mendapatkan teladan yang benar untuk pertumbuhannya menjadi seorang yang pandai dan bijaksana. Di sana ia bergaul dan dipengaruhi oleh orang-orang terpelajar. Di sana juga ia terinspirasi untuk belajar.
Mencius adalah murid seorang guru yang handal yaitu Tzu Ssu (Zi Si), cucu Konfusius.

Pendidikan Moral Menurut Mencius
a.      Sekilas tentang Ajaran Moral[2]
Confusius tidak menegaskan atau memaksudkan secara jelas bahwa kodrat manusia adalah baik. Tetapi Mencius yang mengikuti confusius secara tegas mengatakan bahwa kodrat manusia adalah baik. Pada zaman Mencius terdapat tiga pandangan tentang kodrat manusia yang diyakini oleh masyarakat luas, yakni kodrat manusia bukan baik atau bukan buruk, kodrat manusia dapat dijadikan baik atau buruk dan yang lain mengatakan bahwa kodrat manusia baik dan yang lain mengatakan bahwa kodrat manusia buruk.
Ia menggambarkan kodrat manusia sebagai sesuatu yang dari aslinya mengandung kebaikan. Kejahatan dan keburukan yang ada pada manusia melulu disebabkan pengaruh dari luar. Ia mengatakan bahwa jika manusia membiarkan dirinya mengikuti kodrat aslinya maka mereka dapat berbuat baik. Jika berbuat jahat, maka hal itu bukanlah kesalahan dari pembawaan sejak lahir. Mencius menggambarkan kodrat kebaikan manusia melalui perbandingan-perbandingan sebagai berikut: 1) Perasaan akan simpati (belas kasih), itulah yang dinamakan kemanusiaan; 2) Perasaan akan malu dan segan, itulah yang dinamakan kebajikan; 3) Perasaan akan hormat dan wibawa, itulah yang dinamakan keadilan; 4) Perasaan akan benar dan salah, itulah yang dinamakan kebijaksanaan.
Di samping itu dia mengatakan bahwa perkembangan kodrat asali dari setiap manusia berbeda-beda. Mungkin ini menjadi salah satu sebab mengapa kejahatan ada dalam diri manusia. Bisa jadi disebabkan manusia tidak mengembangkan kodrat asalinya yang memiliki kebaikan. Untuk itu pendidikan moral sangat penting dalam upaya memunculkan kodrat kebaikan manusia.

b.      Mencius sebagai seorang Pendidik
Mencius adalah seorang pemikir dan guru besar pada zamannya. Sejak kecil pendidikan Mencius sungguh-sungguh diperhatikan oleh ibunya. Seperti sebuah kisah yang terjadi ketika Mencius pulang sekolah lebih awal dari biasanya.

“Kenapa kamu pulang lebih cepat dari hari ini?” Tanya ibu Mencius yang masih menenun dengan alat tenunnya. “Saya sangat merindukanmu, ibu”. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun ibu Mencius mengambil pisau dan memotong benang pada alat tenun itu tepat di tengahnya. Mencius sangat terkejut. “Bagimu menunda belajarmu di sekolah adalah sama seperti saya memotong benang pada alat tenunku. Kita sangat miskin. Itulah alasan kenapa saya harus bekerja keras. Kamu harus belajar dengan keras untuk membangun dirimu sendiri. Jika kamu tidak berkonsentrasi pada pelajaranmu dan berhenti di tengah jalan, kita tidak akan pernah keluar dari lingkaran kemiskinan. Kita akan terus hidup dalam ketidakpastian.[3]
Jadi, dari ibunya, kesempatan untuk belajar di sekolah bagi Mencius diutamakan. Bagi sang ibu, pendidikan itu bertujuan untuk mengeluarkan manusia dari kungkungan kemiskinan dan ketidakpastian. Mencius kemudian menjadi murid Zi Si dan menjadi seorang cendikiawan yang terkenal.
Sebagian besar hidupnya (sekitar selama dua pulu tahun), Mencius banyak berdedikasi dalam memberikan pengajaran kepada murid-murid yang tertarik dengannya. Bersama para muridnya, ia berjalan keliling untuk menyebarkan ide-ide politiknya. Bagi Mencius, untuk mencapai negara yang sejahtera harus ditetapkan dasar-dasarnya, misalnya, membayar pajak sebagian (sepersepuluh hasil tanah garapan) dan pembagian tanah yang jelas dan keringanan dari pajak. Selain itu, tugas seorang penguasa yang baik adalah memberikan kebutuhan rakyatnya.[4] Di akhir hidupnya, ia kembali ke tempat asalnya untuk membagikan pemikiran dan tulisan-tulisannya. Di akhir hidupnya juga para muridnya berkumpul di sekitarnya untuk merangkum pemikirannya dalam bentuk tulisan. Dengan bantuan Wang Zhang, Gong Sunchou dan murid-murid lainnya berhasil menyusun sebuah antologi yang mencantumkan nama Mencius. [5]

c.             Peranan Pendidikan Moral  Dalam Mengembangkan Kebaikan Manusia
1.      Tujuan Pendidikan Moral
Menurut Mencius, tujuan pendidikan adalah agar seseorang berkembang menjadi orang yang baik, sehingga dapat menempatkan diri secara benar dalam masyarakat. Dalam hal ini, Mencius sangat menekankan konsep ren  yaitu mencapai rasa kemanusiaan dan mempunyai kebajikan.  Ini sangat penting untuk dimiliki oleh para penguasa agar memerintah dengan bijak, memberikan hukuman sedikit mungkin dan mengurangi pajak yang terlalu tinggi. Tujuan pendidikan yang baik adalah untuk memenangkan hati banyak orang.
Bagaimana hal itu bisa tercapai? Hal pertama yang dilakukan adalah memastikan bahwa banyak orang tercukupi sandang, pangan dan papannya. Hanya dengan demikian sekolah-sekolah dapat dibuka dan generasi pun akan menjadi terdidik.
Only an education provided in such conditions could be considered sound. As to its purpose, it must be to 'teach sons their duties towards their fathers and younger ones their duties to their elders'.[6]
Jadi, adapun tujuan pendidikan itu adalah untuk mengajarkan bakti  anak-anak terhadap orang tua dan hormat dari yang muda kepada yang lebih tua.

2.      Fungsi Pendidikan Moral
Mencius sangat yakin bahwa pendidikan itu memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan hidup sosial masyarakat. Tujuan pertama-tama pendidikan adalah memperkuat pikiran dan memperkembang kebajikan-kebajikan utama, yakni kebajikan, kebenaran, penghormatan terhadap ritus dan kebijaksanaan. Seperti dikatakan bahwa manusia pada dasarnya baik, namun kebaikan itu perlu diolah agar menjadi orang baik, bisa menjadi guru dan suci. Sebaliknya, orang yang tidak mengolahnya akan tidak lain seperti seekor binatang. Pengolahan kebajikan asli itu dapat diperkuat dengan pengetahuan yang diperoleh lewat pendidikan. Dengan kata lain, belajar merupakan usaha untuk mengembalikan kebajikan manusia yang telah hilang.
Pendidikan juga dapat melestarikan dan mengembangkan serta mengembalikan kecenderungan kodrat dasariah manusia. Untuk itu dia menawarkan usaha perbaikan diri yang dilakukan ‘ke dalam diri sendiri’ sebagai bentuk pengujian diri dari kecenderungan yang terpengaruh oleh hal-hal eksternal. Maka pengaruh lingkungan tempat kita berada sangat mempengaruhi kita dalam belajar membentuk karakter moral kita.

3.      Konsep Pendidikan Moral Menurut Mencius[7]
1). Dasar-dasar teoritis
Mencius menyadari bahwa setiap manusia mempunyai karakter yang sudah menyatu dengan dirinya. Alam, langit dan manusia membentuk satu kesatuan. Maka, kategori-kategori moral langit terukir dalam kodrat manusia, yaitu aturan-aturan langit yang berakar dalam moralitas manusia yang penuh dengan kebajikan moral. Hati manusia dan hati langit berhubungan (tianxin). Kemiskinan dan kekayaan diberi menurut perintah langit dan diluar pengendalian manusia. Apa yang harus kita lakukan adalah dengan ‘mencarinya dalam diri kita sendiri’ dengan mengembangkan dan mengubah kecenderungan-kecenderungan kita menuju suatu yang lebih baik. Di sini jelas bahwa ide Mencius tetang pendidikan moral berkaitan erat dengan idealisme subjektif.[8]
2). Prinsip-prinsip dan isi pendidikan Moral
a.       Seseorang harus melestarikan kodrat kebaikan dan mengendalikan hasratnya.
Ini adalah salah satu cara yang terbaik untuk menolak dominasi keinginan material. Bahkan keinginan itu akan hilang dengan sendirinya, sebab kodrat manusia adalah baik. Sebaliknya mereka yang dikuasai oleh keinginan material akan sedikit ditemukan kebaikan.
b.      Mencarinya dalam diri sendiri
Mencius melihat hal ini sebagai suatu cara perbaikan moral. Hal ini dapat dilakukan dengan bertanya ke dalam diri sendiri. Misalnya kepada seseorang yang tetap ingin menyendiri walaupun kita telah memperlakukannya dengan cinta. Kita bertanya pada diri sendiri, apakah kita sungguh murah hati dalam mencintainya. Jika seorang pemimpin melihat bawahannya tidak taat, dia perlu bertanya apakah dia pemimpin yang bijaksana. Demikian pula ketika menghadapi kegagalan.
c.       Menyesali dan memperbaiki cara
Yang dimaksudkan di sini adalah pentingnya mengakui kecenderungan hasrat material dan tindakan cela, serta membuat komitmen untuk memperbaikinya.
d.      Mencari kualitas yang hilang, melestarikan manfaat ‘kesejukan udara malam’ (yegi).
Hati yang murni adalah kunci untuk perbaikam moral yang dapat dilakukan lewat pengendalian diri, latihan kesadaran, penyesalan dan perbaikan kesalahan.
e.       Mengembalikan kodrat kebangsawanan jiwa (haoran Zi qi).
Manusia harus mempertegas kekuatan karakternya. Mereka harus membuktikan energinya dan bukan dengan keputusasaan. Pikiran mereka adalah kekuatan mereka dalam memerangi kejahatan.
f.       Tegas dalam menyelesaikan
Manusia sering berhadapan dengan kemalangan dan penderitaan. Pengalaman-pengalaman itu seharusnya menjadi motivasi dalam mencari kebijksanaan (dehui) dan semakin haus akan pengetahuan (giuzhi) sehingga membantunya untuk keluar dari kesulitan. Orang yang berpengalaman harus menghadapi berbagai tantangan.

Penutup
Pemikiran Mencius mengenai kodrat manusia memberikan sumbangan besar bagi pembentukan moral manusia. Manusia yang dari kodratnya baik mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan kebaikan yang telah ada dalam dirinya. Seseorang akan menjadi bijaksana bila dia mengembangkan ren dalam dirinya. Sebaliknya akan sama dengan binatang jika dia tidak memelihara kodrat kebaikannya.
Usaha mengembangkan kodrat kebaikan itu harus selalu mulai dari dalam dengan bertanya diri mengenai segala sesuatu atau orang lain yang dihadapinya. Pancaran kebijaksanaan hati yang mulai dari dalam kemudian terlihat jelas dalam kebijaksanaannya menempatkan diri di tengah masyarakat. Jadi, peranan pendidikan moral menurut Mencius tidak lain dari pada untuk mengefektifkan kodrat kebaikan yang telah tercemar oleh factor-faktor eksternal sehingga seeorang dapat menempatkan diri sesuai dengan tempat dan situasinya.






[1] Fung Yu-Lan, Sejarah Filsafat China, Pustaka Pelajar: Jogjakarta.2007. hlm. 89.
[2] FORUM Filsafat, Kodrat Manusia Menurut Menciu, STFT Widya Sasana, Malang, 2002, hlm. 16-18.
[4] Dr. S. Reksosusilo, CM, Sejarah Awal Filsafat Timur, STFT Widya Sasana: Malang, 2008, hlm. 53-54.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Idealisme subjektif di sini dimaksudkan bahwa segala sesuatu pertama-tama harus ditemukan dalam diri kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar